reminder: jangan sok keras
Before i start, i would love to apologize to everyone i ever loved.
For the way my love suffocated you.
Semesta memang selalu punya cara untuk mastiin kita belajar dari kesalahan-kesalahan kita dimasa lalu.
Apalagi kalau kita "merasa" kita sudah belajar sesuatu, semesta bakalan ngasih kita ujian untuk mastiin apa kita sudah belajar dengan betul atau cuma sotoy.
Hati dan pikiranku jadi ribut hari ini. Aneh.
Padahal, hampir sebulan ini aku sudah hidup kayak biksu. Aku bisa ngendalikan pikiranku dan ngelakuin hal-hal hebat lainnya.
Sebenernya, keributan hari ini ga terjadi secara tiba-tiba. Ada proses panjang yang bisa bikin seorang wanita tenang kayak aku bisa gelisah kayak gini.
Aku mulai darimana ya...
Jadi, sudah hampir seminggu aku rebahan total (karena ga sengaja) mencederai diri sendiri waktu mencoba produktif minggu lalu. Aku jadi punya kesempatan untuk istirahat, nonton film, bahkan doom scrolling reels Instagram. Aku jadi banyak ketonton konten soal couple goals dan konten good looking talking head (orang ngebacot didepan kamera) yang ngasih tips soal cinta.
Aktivitas tonton menonton itu tentu ga berhenti sampai disitu aja. Aku banyak merefleksikan bacotan mereka. Apa kata mereka soal "apa yang harus dan apa yang ga harus dilakukan saat kita jatuh cinta" itu bener-bener ganggu aku. Seakan-akan mereka lagi nunjuk aku sambil bilang "orang kayak kamu memang susah buat dicinta atau disayang"
bitjh. diem.
Dan tentu itu bukan satu-satunya trigger yang membuat wanita sebijaksana aku bisa begini.
Aku juga dengar sesuatu yang seharusnya gak kudengar dari seorang kenalan.
Duh gimana ya ceritanya...
Jadi, ada yang bilang kalau aku aneh, bahkan ngetawain aku karena omonganku yang selalu to the point. Aku lagi ga mencoba jadi pick me tapi sebentar aku coba jelasin pakai contoh yang mudah.
Gini... Kita manusia pasti punya ideal-ideal yang beda dikepala kita. Apa yang dianggap orang lain normal, belum tentu normal buat kita. Nah begitu juga yang terjadi dengan orang yang bilangin aku aneh ini. Aku sudah terbiasa ngomongin segala hal secara apa adanya.
Dilingkup profesional cara bicaraku yang to the point ini banyak dapat pujian. Aku bisa nyampaikan ide, ngejawab pertanyaan, dan nyanggah hal yang ga aku setujui dengan lancar.
Anehnya... untuk urusan yang lain, cara bicaraku justru jadi momok. Aku sudah terbiasa menyampaikan perasaanku secara to the point juga. Dan itu perasaan apa aja. Marah, sedih, senang, jatuh cinta. Semuanya.
Kayak... ngapain coba ngerasain sesuatu kalau ga diekspresikan. YA KANNN?
Untuk sebagian orang (banyak sih), perilaku seperti itu dianggap sebagai cegil. (Padahal mereka lebih aneh, komunikasi lewat repost- repost an di tiktok, bukannya ngomong langsung).
Walaupun aku gatau apa yang salah dari sifatku yang satu itu, aku selalu nyoba untuk beradaptasi dengan standar orang lain.
oh perempuan ga seharusnya begitu ya? oke aku gabakalan gitu deh. ucapku ke diriku sendiri sebanyak 33x.
Mirisnya, yang ngetawain aku ini bukan orang sembarangan. Dia memang salah satu manusia dibumi ini yang bisa ngetrigger aku dan ngedorong aku ke jurang pikiranku.
Waktu aku dengar kabar kalau aku dikatain dan diketawain sama dia, reaksi ku adalah memaki.
emang anjing, babi ngepet. dikiranya siapa dia? berani-beraninya ngomong sesuatu soal aku (walaupun yang diomonginnya emang bener).
Setelah memaki, aku ngerasa sedih. Darimana rasa sedih ini? Sampai sekarang aku juga masih bingung. Entah karena orang ini pernah jadi kesayanganku atau karena aku malu setengah mati didepannya. Aku gatau alasan yang mana yang bikin aku jadi sedih.
Setelah memaki dan merasa sedih, pastinya aku mikirin gimana caranya bangkit dari kejadian ini.
Aku mikir gini; Aku bakalan posting foto yang menunjukkan kehidupanku saat ini yang jauh lebih bahagia dibanding waktu ada dia disampingku. hahahahaha.
Tapi, aku ngerasa ada yang janggal. Aku sudah janji sama diriku sendiri kalo aku gabakalan jadi orang yang sok keras. Kenapa hari ini aku jadi sok keras ya.
Dunia kayaknya tau deh kalau aku lagi belajar jadi vulnerable. Aku harusnya belajar nunjukin diriku sendiri seada-adanya, karena aku mau punya koneksi dengan orang lain. Aku harusnya belajar untuk nunjukin kelemahanku didepan banyak orang. Ini dunia beneran mau ngetest aku ya?
"Beneran belajar lu? Ini aku buat anak tengil ini ada didalam situasi yang sama kayak dulu... Kita liat reaksimu, beneran belajar gak kamu" kata dunia.
OK dunia, gue kalah hari ini.
Sembari mengakui kekalahan hari ini, aku mau ngingat banyak hal-hal memalukan dihidupku. Walaupun sebenarnya aku ga malu, tapi menurut orang lain itu memalukan.
Waktu umurku masih 17 tahun, aku pernah bilang begini keseseorang.
Aku sedih, setiap hari aku nungguin kamu untuk balas chatku. Setiap hari aku takut kalau ga ada kamu, tapi kamu kayak gabakalan kenapa-kenapa kalau ga ada aku.
Dan beberapa curhatan anak umur 17 tahun ke sahabatnya:
(Kalau bisa balik lagi ke masa itu, aku pengen banget nyuruh anak tengil ini buat join cheerleader atau nanam kembang aja, daripada pacaran sama remaja laki-laki yang perkembangan otaknya belum sempurna)
Aku juga ngingat hal lain, kayak waktu aku nangis karena khawatirin seseorang. Waktu aku mempertanyakan apa aku cukup? Waktu aku mikir, Apa aku pantasnya dikasih cinta yang setengah-setengah ya?
Huft.
Anehnya, hal-hal yang katanya memalukan itu ga lagi terasa begitu sekarang.
I break my soul in two supaya kata-kata memalukan itu bisa keluar dari mulut sok kerasku.
Dan waktu kata-kata itu aku ucapin, rasanya kayak nyerahin organku ke orang lain, ada rasa sakitnya. Ada resiko organku ga bakalan kembali dan gapernah bisa kuambil lagi.
Tapi, ini aku yang seada-adanya dan aku bakalan tetap begitu.
Kesediaanku untuk ngomong atau ngelakuin sesuatu yang high risk walaupun ga ada jaminan semua itu bakalan diterima dengan baik. Ini yang buat aku adalah aku.
Maybe i'm just an animal who let her body love what it loves. So i guess i'll have to apologize even more, because i might end up suffocating more people with this kind of love.
But i believe one day someone will come to me. And he's know how to hold me
and ofc not choke.
---
Sebelum aku menyudahi tulisan ini, aku mau cerita kalau aku pernah baca quotes yang bilang: showing your emotions to people is like bleeding next to shark.
Mungkin banyak orang takut untuk jadi dirinya yang seada-adanya, nunjukin semua lemahnya karena mereka takut dimangsa.
Karena ketakutan itu mereka jadi semakin kerasin cangkangnya, mereka ngira cangkang itu bakalan lindungin mereka.
Padahal kita cukup kuat untuk nunjukin kelemahan kita, tapi terserah mereka lah. Aku gamau ikut-ikutan sok keras.
Mau ngasih tips aja sih, kalau misalnya kalian mau jadi lebih vulnerable kalian harus:
1. Ga ngoleksi teman atau orang-orang yang bakalan ketawa waktu ngeliat kejatuhanmu.
Karena ini bakalan nentuin bagaimana kamu bersikap. Kamu bakalan terus-terusan sok keras dan nolak untuk jatuh, padahal dibeberapa momen kita harus ngebiarin diri kita jatuh.
2. Harus ada orang yang bisa diandalkan.
Aku bisa punya moto hidup high risk-high reward begini karena aku tau kalau aku gabakalan pernah kecewa sama apapun yang kuusahakan. Ditambah, aku dikelilingi orang-orang baik. Aku gapernah takut terbang tinggi karena aku tau walaupun aku jatuh, bakalan ada orang-orang ini yang ga akan biarin aku nyentuh tanah. Dan selalu ada aku untuk diriku sendiri.
Men come and go, but may i remain soft, softer, softer, and softer.
Komentar
Posting Komentar