A week in my life🇯🇴
Apa rencanaku untuk liburan semester ini?
Seminggu sebelum UAS selesai, aku sudah mutusin untuk ga magang. Kalau ngikutin pola anak-anak ilkom, seharusnya ini golden moment untuk daftar magang.
Semua kenalanku—kakak tingkat ataupun alumni— hampir semuanya lulus tepat waktu. Kami pun selalu di-push untuk lulus tepat waktu, dan aku ngerasa ga ada yang salah dengan tuntutan itu. Pembelajaran kami lumayan efektif kalau mau dibandingkan dengan prodi lain (berdasarkan pengamatan pribadi aja sih), dosen-dosen kami juga selalu update dengan materi dan metode-metode pembelajaran baru.
Jadi memang sangat memungkinkan untuk kami bisa lulus tepat waktu.
Kalau mau lulus cepat. Sebisa mungkin jangan ngulang mata kuliah. Ikut dua atau tiga organisasi tapi jangan sampai keteteran. Harus bisa pertahankan IPK. Jangan lupa ikut pengabdian atau magang. Magang merdeka, PMM, IISMA, Volunteer. Ikut semuanya. (tapi jangan nangis kalau tetiba pemerintahannya ganti dan semua kesempatan itu dihapus)
Rencanaku diminggu pertama liburan semester ini adalah:
1. Belajar ngelepas tuntutan tentang menjadi mahasiswa ideal.
Akhir Mei kemarin, waktu UAS lagi gila-gilanya.
Aku ngehabisin banyak waktu untuk mikirin magang.
Mau dimana? Durasinya berapa lama? Gimana ngurus suratnya? Bisa dikonversikan jadi berapa SKS?
Banyak banget yang aku pikirin. Sampai lupa nanya kediri sendiri.
Emangnya kamu beneran mau magang, dell?
Yaiyalah, enggak.
Ya karena memang templatenya dari dulu, anak-anak semester 4,5, dan 6 sunnahnya ambil magang. Jadilah aku kepikiran begitu.
Ada gak ya magang yang gak kantoran gitu. Misalnya kayak jadi babysitter, atau belajar nanam-nanam gitu?
(Ya akulah Si Pick Me itu)
Aku ngerasa akhir-akhir ini orang suka ngedakwa orang lain sesuka mereka.
Perempuan yang suka ngelakuin hal-hal domestik, dibilang performatif.
" Ibu Kartini sudah berjuang untuk kita...."
nyenyenye.
Padahal ga semua orang— yang ngelakuin hal-hal domestik— itu pengen perform didepan laki-laki.
Bisa jadi orang yang milih untuk jadi "domestik" itu sudah muak sama sistem-sistem yang semakin ga manusiawi. (gw lah org itu).
Aku ga berencana untuk punya white collar job.
Kerja kantoran adalah opsi terakhir yang bakalan kupilih. Aku juga ga berencana jadi pengusaha, karena mikirin 'caranya supaya gak rugi' itu kayaknya bisa bikin aku mati.
Of course, banyak orang dewasa yang khawatir dengan pemikiranku ini. Kayak, ga napak tanah yaah pemikiran anak kemarin sore ini.
Sekarang ini tsunami PHK terjadi dimana-mana, orang-orang susah nyari kerja, dan banyak gen Z bakalan jadi pengangguran karena mentalnya stroberih kayak aku.
Hey! Hei! Akupun sudah tau semua resikonya sebelum mutusin hal itu kok.
Aku rela kok kerja mati-matian untuk survive kehidupan ini. Semua manusia pasti begitu.
Kalaupun nanti aku harus kerja kantoran. Ya gapapa, bakalan tetap kukerjain.
Terus kenapa misuh-misuh alay gamau kerja kantoran, kalau ujung-ujungnya gitu?
Masa gabisa bedain sih!
Sedari awal dengan tinggal di Indonesia, aku juga udah siap nukar mimpiku dengan kemungkinan hidup yang stabil.
Itu pilihan yang kuambil karena dorongan ingin survive tadi. Bedanya, pilihan itu aku pilih setelah ngeusahain untuk hidup sesuai dengan panggilan hatiku. Bukan karena didikte sama tuntutan orang-orang didunia.
Nah, kalau aku gamau punya white collar job. Apa masih relevan untuk cari pengalaman dikantor-kantor yang ngerusak lingkungan itu?
Gak. Jadi yaudah. Gausah magang Della.
Oke, udah selesai ya satu perkara ini.
2. Lakuin yang aku suka, selagi masih bisa.
Berhubung perkara pertama sudah selesai, aku sudah bisa leha-leha, ngelakuin semua yang kusukai tanpa ngerasa bersalah.
Hal pertama yang mau aku lakuin itu, tidur yang cukup. Dan sudah aku lakuin dengan mudah dua minggu terakhir.
Aku juga pengen makan makanan sehat yang kubuat sendiri.
Potato cheese bread atau apalah itu.
Adonannya hampir gagal. Aku dengan segala kesotoyan-ku, nambahin banyak air dengan harapan rotinya bakalan jadi halus.Ternyata jadi kayak Play-Doh.
Tapi karena aku pantang menyerah. Aku masukin lagi tepung, susu cair, dan sedikit minyak. Adonannya bisa diselamatkan deh.
Rasanya enak kok, next aku coba untuk bikin lagi tapi versi better.
Aku juga pengen buat garlic bread. Ituloh roti pakai margarin yang sudah dicampurin banyak bawang putih.
Terus besoknya aku buat lagi, tapi harus hati-hati makannya.
Aku juga mau ngelakuin hal-hal produktif diliburan ini. Aku pengen buat taman bunga didepan rumahku.
Kira-kira begini referensinya. Aku juga sering nonton pameran taman bunga para tukang kebun di Jepang. Disana tukang kebun dihargai kayak Artist.
Sebenernya agak mustahil mengingat kembang-kembangku banyak mati karena ga terurus. Tapi, ga ada salahnya nyoba lagi.
Ada satu hal yang bisa bikin aku tetap optimis.
Ini, bunga telang yang tumbuh subur dirumahku, namanya Ayu. Awalnya Ayu ini cuma ranting kecil, setelah kurambatkan ke pagar pertumbuhannya jadi ga terkendali.
Aku jadi optimis kalau project taman bungaku kali ini bakalan berhasil.
Aku mulai dari mangkasin dahan-dahan pohon mangga. Biar nanti tanaman baru bisa dapat cahaya matahari.
Terus aku mangkas daun-daun yang ga sehat. Biar nanti tanaman baru ga tertular penyakit mereka.
Aku juga buat ini. Nantinya bakal aku tanami rumput dan beberapa tanaman yang warnanya cerah.
Nanti, pelan-pelan setelah tanaman baru tumbuh subur, aku bakalan nambah tanaman buah kayak stoberi atau jeruk nipis.
3. Find myself again
Momen liburan yang memungkinkan aku untuk sering sendiri gabisa dilewatin gitu aja.
Biasanya agenda ini aku lakuin dengan baca diary lamaku. Sekarang, aku gabisa nemuin diriku sendiri dibuku-buku itu. Aku ngerasa hal-hal yang disenangi, yang ga disenangi dan yang dipercaya anak 17,18,19 tahun dibuku itu sudah ga relevan lagi.
A bit lost, but i'll be alright.
Kalau aku gabisa nemuin diriku sendiri dibuku lamaku, aku juga gabakalan bisa nemuin itu di sosial media yang bising ini. Tren baru muncul setiap hari dan bukan hal yang benar untuk ngehabisin banyak waktu di sosial media kalau lagi gini.
Aku ga berkarir di media sosial, aku ga sebutuh itu untuk tetap online 24/7. Aku cuma perlu sosial media untuk tetap terkoneksi sama teman-temanku. Sekarang waktu mainku kubatasin jadi sekitar 30-60 menit aja sehari.
Sisanya aku pakai untuk ngurus tanaman, masak, dan nonton YouTube.
Ini lagi nontonin orang yang ngitung beras selama 1 jam.
Iyakan? kayak ga guna kan?
Tapi dia bilang ga ada bedanya sama doomscrolling di Internet.
Dia dapat 2500 butir beras selama 1 jam. Coba kalau dipake doomscrolling dapat sakit kepala aja.
Aku juga suka beberes lemari. Dengan ngeliat baju-bajuku, aku kayak jadi ingat siapa aku.
Bajuku ga banyak karena aku ga sering belanja.
Semenjak aku mutusin kalau yang aku punya sudah cukup, aku ga lagi beli-beli baju impulsif.
Paling sesekali kalau butuh atau kalau ada baju yang rusak dan ga ada yang sama dilemari.
Sebagai orang yang suka belanja baju, aku ga ngerasa sesusah itu untuk nahan diri. Mungkin karena ada jiwa-jiwa narsis didalam diriku— yang gamau punya baju sama dengan orang lain — yang bikin ini jadi terasa mudah.
Kadang aku juga nebak-nebak tren lewat pakaian yang dipakai sama anak-anak dikampus. Babyblue, merah maroon, navy.
Selain itu baju-baju yang kubeli pas masih puber itu ternyata lumayan timeles, jadi aku ga ada masalah pakai semua itu.
Ditambah, anak-anak dikampus itu pakaiannya pada unik, juga anak-anak ilkom yang masih konsisten dengan pakaiannya yang nyentrik.
Aku jadi ikutan pede deh.
Aku pernah minta temenku untuk deskripsikan aku pakai baju yang identik sama aku. Dia bilang Jaket jeans, celana hitam yang diikat belakangnya karena longgar, cardigan pink, jaket merah menyala dan cardigan putih.
4. Tetap baca berita buruk
Hal yang paling gak menyehatkan diantara aktivitasku yang tadi sudah kusebutkan.
Bangun pagi aku langsung baca berita. Kadang lewat threads kadang google. Kadang berita bahlil yang bikin aku ga mood seharian, kadang berita soal Palestina yang haduh...
Apalagi kalau berita-berita soal Greta lewat. Kebetulan hari ini berita yang lewat adalah berita soal Greta balasin komenan Donald Trump. Trump bilang kalau Greta itu gadis pemarah yang harus belajar manage emosi. Terus dibalas sama Greta, dunia emang lagi butuh banyak gadis pemarah.
yeuu Trump ngira gen Z bisa disuruh diam segampang itu. Dasar.
Ada tanah yang dibom habis-habisan, tanah kita juga dibabat habisan sama pemerintah.
Hujan, panas, badai, banjir hampir setiap hari terjadi.
Setiap pagi rasanya kayak kiamat tapi orang-orang nyuruh aku untuk bangun karir dan nyiapin masa depan
Orang-orang tetap diam dan banyak omong dalam waktu yang bersamaan. Aneh.
Does it even matter anymore?
Your five-year plan, your get ready with me content, your opinion about Sabrina Carpenter and all those performative feminine things
Does it matter?
Does it really matter?
Does your personal branding and your buzz on the internet actually matter?
Komentar
Posting Komentar