Mystery of lack

Ga banyak yang aku ingat dari dua bulan terakhir.

Isi diaryku dari hari-hari di bulan Januari hampir sama. 
Journaling sesi pagi di isi dengan catatan mimpi dimalam sebelumnya, list yang harus kukerjakan dihari itu, dan lirik lagu yang gambarin perasaanku waktu itu.

Malamnya sedikit lebih random. Beberapa halaman isinya keluhanku soal flu dan batuk yang ga sembuh-sembuh sejak UAS/pulang dari Jakarta. Padahal aku punya banyak waktu untuk istirahat di bulan Januari. 

Beberapa halaman lain, isinya tulisan memoriku dari bulan sebelumnya yang belum sempat ku catat. Waktu baca lagi halaman-halaman ini, aku jadi ingat momen-momen yang seharusnya aku gerak cepat (di stasiun atau dijalan raya) aku justru melamun. 

" ... Aku jalan kaki di Jalan Sabang untuk cari Indomaret. Habis hujan waktu itu, dingin. Kaca Indomaretnya penuh embun. Waktu keluar dari sana, banyak penjual makanan kaki lima, ada asap tebal banget dari bakaran penjual sate. Aku nembus asapnya, ga bisa liat apa-apa, tapi disana banyak lampu neon warna merah sama kuning. Langkahku jadi cepet banget ngikutin ritme orang-orang disini. Aku ngerasa kayak lagi di Hongkong
Sayangnya, tanganku penuh. Sebelah kanan megang minum, sebelah kiri pegang popmie panas. Aku ga bisa ambil kamera untuk foto itu"

- 6 Januari 2025

Waktu itu, penting untuk merhatiin semua detail yang kualami di kota itu. 
Aku bakalan ceritain semua aktivitasku disana ke orang yang paling ngerti aku.
Gimana aku gasuka makanan Prancis, seberapa takut aku beberapa jam sebelum presentasi, dan pemandangan yang aku liat disana.

Pemandangan— yang biasa aja sebenernya, tapi cukup untuk bikin aku emosional— yang kalau aku ceritakan ke orang itu, pasti dia paham.

Bulan Februari, sudah mulai masuk perkuliahan. Banyak perasaan intens di bulan Februari dan aku gaterlalu suka sama diriku sendiri dibulan itu.
Bulan itu, gerakku jadi lebih lambat, kaos kakiku beda sebelah, dan aku selalu terlambat kelas pagi. Kayaknya, setelah ngelewatin Januari yang kosong badanku ga siap hidup di Februari yang sibuk.

Walaupun Bu Rina dan Pak Asep gapernah marah, aku selalu malu kalau terlambat. Bu Rina sekarang sudah jadi Wakil Dekan, dia baru pulang dari luar kota, tapi dia ga terlambat ngajar. Pak Asep rumahnya di Tenggarong, dia juga ga terlambat ngajar. 
Aku ga bisa ga malu waktu itu. 
Karena keseringan terlambat, saking malunya kadang aku gajadi masuk kelas walaupun sudah sampai di kampus.
Aku gasuka keliatan ga disiplin didepan orang-orang dewasa.


Dibulan itu ada juga  halaman-halaman yang isinya tulisan gajelas. Waktu itu susah buat dimengerti, tapi kalau dibaca sekarang, tulisan itu cuma soal subjek yang kebingungan karena kehilangan objek doanya.


Sekarang sudah bulan Maret.
Perasaan-perasaan intensku pelan-pelan udah menjinak. 
Lega rasanya, kepalaku ngasih aku sedikit waktu buat istirahat. 
Banyak hal yang jadi gaterlalu penting dibulan ini. 
Bulan ini aku udah siap untuk hidup didunia nyata.
Diluar kepalaku.

Komentar

Postingan Populer